Jumat, 16 Desember 2011

Hidup Adalah Pilihan Bagi Perempuan


Perempuan sering disebut the “Second Human Being“ (manusia kelas kedua), yang berada di bawah superioritas laki-laki yang membawa dampak luas dalam kehidupan sosial di masyarakat.
Sebenarnya, sudah banyak upaya  yang dilakuzkan untuk memerangi ideologi patriarki ini, dimulai sejak zaman Kartini sampai  zaman reformasi sekarang ini. Sehingga perempuan Indonesia telah mengalami banyak kemajuan, meskipun pada tingkat tertentu masih terjadi ketimpangan gender.
Seperti contohnya Dalam bidang politik masalah keterwakilan politik ( political representativeness ) bagi perempuan adalah satu hal yang cukup penting, khususnya dalam peristiwa besar seperti pemilihan umum ( pemilu ). Setidaknya kini perempuan ikut andil dalam sector politik. Walaupun ruangnya terbatas, justru ini adalah kesempatan bagi perempuan untuk menunjukkan eksistensinya dengan segala kemampuannya dalam mengemban perannya di salah satu bidang politik yang ia jabati sekarang.

Kesetaraan hak dan kesetaraan kesempatan bagi perempuan di Indonesia dapat dilakukan dengan memberikan hak dan kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan dirinya. Keinginan perempuan untuk berperan aktif di ranah publik tidak boleh dihalangi. Namun kebebasan dalam berkiprah di publik tidak boleh disalah gunakan oleh perempuan. Peran perempuan dalam ranah domestik harus didorong untuk tetap menjaga keutuhan keluarga yang harmonis dan anak-anak yang berprestasi. Hal ini dikarenakan peran perempuan dalam publik bukanlah suatu ketetapan, melainkan suatu pilihan. Semuanya harus sesuai dengan porsinya dan  tentunya disetarakan dengan potensi yang dimiliki. Perempuan yang memiliki potensi untuk berkembang dalam ranah publik dianjurkan untuk berperan maksimal, dengan tetap bertanggung jawab terhadap peran utamanya dalam rumah tangga. Sedangkan perempuan yang tidak terlalu memiliki potensi untuk berperan aktif di ranah publik, sebaiknya tidak perlu memaksakan diri untuk berperan aktif di ranah publik.  Konstruksi tentang perempuan sering memunculkan dikotomi antara peran domestik dan peran publik. Pada ranah domestik, perempuan mempunyai peran sebagai ibu rumah tangga, sedangkan ranah publik perempuan juga bekerja dan mencari nafkah. Di era demokrasi, seorang perempuan tidak harus memilih salah satunya, tapi bisa memilih untuk menjalankan keduanya. Tetap berhasil di ruang domestik juga sukses di ruang publik. Jika keduanya dipilih, idealnya kedua peran ini harus bisa berjalan selaras. Mengingat peran domestik adalah pekerjaan yang sama nilainya dengan peran publik.
Ketika memasuki jenjang perkawinan, banyak kepentingan perempuan yang kemudian saling berbenturan karena semua tampak menjadi begitu kompleks. Konflik batin terjadi saat seorang perempuan ”dituntut” menjadi ibu yang bertanggung jawab atas keberadaan anak dan tetap utuhnya rumah tangga, tetapi di sisi lain mereka dihadapkan pada keinginan untuk meraih kemajuan dari balik dunia kerja. Kondisi ini memunculkan dilema yang bisa menjadi perangkap bagi perempuan. Mereka kemudian seolah-olah harus memilih salah satu: keluarga atau karir?
Di sini seharusnya bisa dijawab dengan bagaimana setiap perempuan memandang nilai sebuah kebahagiaan dalam hidupnya. Ada kelompok perempuan yang merasa bahagia apabila bisa menemani anaknya sepanjang waktu dan melihat anak-anak tumbuh didampingi seorang ibu yang dapat membimbingnya. Rasa bahagia seorang perempuan kelompok ini akan benar-benar terasa bila dapat memenuhi perannya sebagai ibu. Di lain pihak, ada kelompok perempuan yang berpendapat tak perlu harus meninggalkan dunia kerja sepanjang keluarga dan anak-anak dapat menerima hal tersebut. Kelompok ini berpendapat bahwa harus ada usaha untuk memenuhi keinginan agar dua unsur penting dalam hidup perempuan yang telah berumah tangga itu berjalan harmonis. Terlepas dari hal tersebut, pada dasarnya apa pun keputusan yang diambil perempuan, sama-sama mempunya konsekuensi. Mendefinisikan kesuksesan bagi perempuan Indonesia masa kini khususnya yang sudah menikah, tidaklah mudah. Namun demikian, paling tidak emansipasi bagi perempuan tidak lagi dimaknai sebagai ‘keinginan perempuan untuk sederajat dengan laki-laki’, tetapi lebih ke arah kebebasan untuk memilih jalan hidup. Karena dalam proses menentukan jalan hidupnya tersebut perempuan menggunakan otaknya untuk berpikir, maka perempuan juga harus bertanggung jawab atas pilihannya.
Di indonesia saja hak perempuan tidak secara multak menggantungkan nasibnya kepada laki-laki. Peran perempuan banyak diperhitungkan ke ranah publik. Itulah sebabnya, banyak kesempatan bagi perempuan untuk melakukan peranan yang produktif di luar rumah bukan hanya produktif di dalam rumah. Tuntutan perempuan terbukti pada krisis yang membelit Indonesia, di mana perempuan merelakan diri untuk melakukan pekerjaan publik demi menyambung hidup dan memberikan kesempatan kepada perempuan untuk ikut berpartisipasi di ruang publik. Sesuai bidang yang menjadi kemapuannya.









Tidak ada komentar:

Posting Komentar