Minggu, 04 Desember 2011

Bentang Sosial Budaya


Saya tinggal di kota tegal tepatnya di desa mejasem. Mejasem bukanlah sembarang desa, karena desa ini benar-benar jauh dari identitas desa. Desa mejasem merupakan kawasan perumahan yang terdapat berbagai sarana yang lengkap. Disini terdapat sekolah dasar, taman kanak-kanak, minimarket, alfamart, indomaret, rumah sakit, bidan, kantor pos dan masih banyak lagi. Fasilitas-fasilitas tersebut benar-benar menandakan mejasem seperti layaknya kota tegal.
Saya tinggal di mejasem dengan kompleks perumahan. Dimana memang yang disebut perumahan warganya tidak seerat yang berada di desa. Warga disini memang satu sama lain masih saling mengenal namun dalam hal bercengkrama dengan tetangga sudah jarang ditemukan. Hal ini dikarenakan rata-rata warganya merupakan pekerja, sehingga satu sama lain memiliki kesibukan masing-masing. Mereka biasanya dipertemukan sebulan sekali yaitu pada acara PKK. Di tempat tinggal saya PKK tidak hanya dilakukan oleh ibu-ibu saja melainkan bapak-bapak pun ada perkumpulan PKK. Cara inilah yang dilakukan  untuk dapat sekedar saling bersilahturahmi antar tetangga.
Menurut saya, daerah tempat tinggal saya termasuk golongan campuran antara santri dan indische. Hal ini dikarenakan walaupun masyarakatnya sibuk satu sama lain mereka tidak melupakan yang namanya ibadah/sembahyang. Selain PKK, ada lagi perkumpulan yang diadakan dikomplek saya ini yaitu pengajian. Pengajian biasanya dilakukan seminggu sekali pada sore hari, sehingga sebagian warga yang kerjanya hanya sampai siang dapat mengikuti. Oleh karena itu banyak juga warga yang mengikuti pengajian ini. Apalagi sebagian besar warga disini mayoritas beragama islam. Di komplek saya saja hanya saya dan dua tetangga saya yang kristiani serta satu diantaranya ada yang beragama budha. Walaupun begitu kami saling menghargai. Biasanya setelah acara idul fitri diadakan halal bi halal, saya dan keluarga saya pun ikut di dalamnya.
Bagi mereka sesibuk apapun mereka, sembahyang merupakan hal yang pokok dalam kehidupan. Apalagi kehidupan di mejasem boleh dibilang sudah modern, namun yang namanya sembahyang tetaplah tidak boleh dilupakan. Salah satu tetangga saya pun ada yang ustad. Dia lah yang selalu memberikan ceramah di setiap kegiatan keagamaan yang ada di lingkungan saya. Dia juga merupakan orang yang paling disegani di tempat tinggal saya. Bukan hanya dia saja, bahkan istri dan anak-anaknya boleh dikatakan cukup religius. Memang hanya dia ustad yang berada di komplek saya akan tetapi komplek-komplek lain yaitu setiap gang selalu saja ditemui ustad. Rata-rata setiap komplek mempunyai tokoh agamanya sendiri. Namun beberapa tetangga saya lainnya pun dapat dikatakan cukup religius meskipun tidak dapat dikatakan sebagai ustad. Oleh karena alasan-alasan inilah saya memandang tempat lingkungan saya termasuk golongan santri.
Namun tidak dipungkiri juga, tempat tinggal saya termasuk kelompok indische. Hal ini dikarenakan sudah mulai masuknya modernisasi. Terlihat sekali percampuran kebudayaan Jawa dengan kebudayaan barat. Dari system bahasa saja, di lingkungan saya sudah jarang sekali warganya menggunakan bahasa Jawa namun lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia.

5 komentar:

  1. artikel sangat menarik dan mudah dipahami karena dengan membaca materi tersebut seolah-olah kita mendengarkan cerita. sehingga terkesan tidak membosankan.

    BalasHapus
  2. artikel yang sangat menarik untuk dibaca.menambah wawasan tentang kota tegal.terima kasih.

    BalasHapus
  3. Isi artikel menarik kawan , ,
    sepintas membaca artikelnya, bEner bangett, , jadi ingin tahu seperti apa kota Tegal.
    Posting yang lebih banyak lagi kawan , ,

    BalasHapus
  4. Trimakasih atas komentar nyaa...
    ayooo....maen ke Tegal ^_^

    BalasHapus